Pages

Kamis, 27 Desember 2007

Ibu Arsi

Bismillahirrahmaanirrahiim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

Foto saya, bersama sahabat saya yang calon S.T., calon arsitek; Mia. Foto diambil waktu acara TA 2007 (Jungle) di kawasan yang ternyata masih masuk wilayah Depok, Jawa Barat.

Baca doa manis menggelitik ini, yang dikirim via sms oleh si ibu arsi.

Bunyi sms-nya: (bahasa yang baik dan benarnya harusnya apa sih? Frase ‘sms berbunyi’ agak aneh.)

Nin,kmrn mia kirim comment d fs.dah d bc?
Tp krn skrg mia udh pny plsa..
Mia mw sms
Mw blg
Met milad!
Ha..
Mg..
Dpt byk rezeki biar bs lanjut spesialis
Dpt awet muda dn cantiq
Dpt jodoh impian ;D
Dpt cinta sjati ;p
Dpt hidup bahagia dnia akhrat
Dpt kmpul2 trus sm qta.. yaA


Manis kan? Tapi bikin ngakak. Sms ini sampai di hp saya yang masih E39* dan sekarang sudah tidak berbunyi lagi dan sulit dicharge, hari Rabu, 26 Desember 2007, di angkot biru D11, jalan Margonda Raya, depan Pesona Khayangan. Saya langsung tersenyum (baca: senyam senyum abnormal menahan ngakak) membacanya, dan senyum itu tidak hilang ketika saya harus berganti angkot ke D05 yang juga biru. Senyum,, yang tak jua lekang hingga citayam, bahkan ketika saya membacanya ulang di sini, di Jogja.

Mia.. Mia.. Jika Gula*u (sensor merk) katanya adalah gula alami, maka Mia adalah gila alami. Jadi teringat blog Dea yang juga tentang sms selamat milad ajaib dari Mia. Sekarang malah mengalaminya sendiri. Hahaa..

Comment di fs yang dia kirimkan pun bikin ngakak. “hatinya jangan ketinggalan lagi”. Bwahahaahhaa.. Mia.. Mia… Tapi, jika doa yang ia untai diresapi lebih dalam… Sungguh, manis. Doa pertama, mungkin tak lebih karena kami termasuk wanita bercita tinggi yang ingin meneruskan bakti Ibu Kartini (lebai). Saya ingin menjadi spesialis kandungan (berkat penjerumusan Dea yang mendalam, terima kasih), juga konsulen. Jika boleh ambil lagi subspesialis, dilanjutkan superspesialis. Hahaa. Tapi jika tak kesampaian, mungkin enak juga jika ambil S2 (maunya abroad), kemudian jadi dosen, dan jika sempat S3 agar bisa jadi guru besar. Jika tidak kesampaian jugaa.. Yaaah paling minimal spesialis lah (nawar). Sedangkan mia ingin melanjutkan studi arsi-nya abroad; Belanda atau Spore, iya Mi? Kemudian membuka usaha.. Kami memang sang pemimpi. Dan cita itu memang tidak mudah, makanya kami harus mimpi, usaha, berdoa. Kemudian, doa agar awet muda dan cantik.. Haha. Doa yang sangat jarang terdengar, tapi semua wanita tampaknya menginginkannya. Jodoh impian dan cinta sejati… Hahahaha.. Tawa saya mengakak lebih lagi (bahasa yang aneh), langsung teringat pembicaraan kami Senin lalu. Ini pasti karena itu. Hahaa.. Kemudian hidup bahagia dunia akhirat. No doubt, jutaan doa akan kebaikan terkandung dalam satu doa berharga ini. Dan pamungkasnya; dapat terus kumpul sama kita.. pakai embel-embel “yaA”. Manis sekali. Membaca doa penutup itu, saya langsung merindukan mereka semua, padahal saya masih di Depok, padahal hanya dalam hitungan jam, saya akan segera bertemu dengan mereka. Dan membaca doa penutup itu, tiba-tiba saya ingat syair lagu Mengejar Matahari; tetes air mata mengalir di sela derai tawa. Selamanya kita tak akan berhenti mengejar matahari.

'My' Day..

Bismillahirrahmaanirrahiim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

Selasa, 25 Desember 2007 kemarin, genap sudah 18 tahun saya hidup di dunia. Saya selalu ingat hari lahir saya, tak pernah lupa. Padahal, saya ingin sekaliii saja lupa bahwa hari itu adalah hari lahir saya. Bagi saya akan keren sekali jika orang lupa hari lahirnya, kemudian baru teringatkan dengan ucapan selamat dan doa yang mengalir dari orang-orang terdekat. How silly. Tapi saya menganggap itu sesuatu yang keren, bahkan hingga saat ini. Namun sayangnya, saya tidak pernah seperti itu, dan mungkin tak akan pernah. Karena 25 Desember adalah hari yang ramai digebyarkan, di mana-mana; tv, radio, koran, internet, majalah, dan media massa lainnya. Mau tidak mau, keren tidak keren, saya akan ingat hari itu adalah hari lahir saya. Tapi setidaknya, ingatnya saya akan hari lahir saya membuktikan satu hal; bahwa saya masih bisa mengingat dengan baik (baca: tidak pikun), dan saya harus banyak bersyukur karenanya.

Bagi saya, hari lahir adalah hari yang penting. Hari pertama kita ada di dunia, hari pertama kita hidup. Sekadar intermezzo.. Saya menonton oprah spesial hari ibu. Disana ada seorang Demi Moore, yang mengatakan kurang lebih seperti ini; “Kita memiliki anak kita, hanya ketika kita mengandungnya. Tapi, ketika kita melahirkan, maka itu adalah sebuah proses untuk melepaskannya”. Walaupun agak ironis, saya suka kata-kata itu. Dimanakah letak ironisnya? Tanyakan saja pada peta. Peta peta petaa.. Hehe, ngawur. Oke.. Bagi saya adalah sebuah ironi, ketika seorang ibu melahirkan anaknya dengan sepenuh perjuangan dan sepenuh kesakitan, tapi justru proses penuh kesakitan itu menjadi proses untuk melepaskan apa yang (tadinya) ia punyai. Tapi intinya, ketika kita lahir, maka kita menjadi seorang individu yang bebas. Individu bebas yang tumbuh berkembang dan nantinya mungkin akan melahirkan individu bebas yang lain. Individu bebas yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Individu bebas yang akhirnya pun akan mati, setelah bebas mengekspresikan kebebasannya di dunia. (Waduh.. ada unsur promosi kartu gsm, nih.. hehe)

To be honest, I like ‘my’ day. Karena hari itu penuh doa. Doa untuk seorang ‘saya’, yang punya begitu banyak kekurangan, tetapi juga banyak keinginan. Hari itu saya (seolah) benar-benar ‘panen’ doa. Saya sampai berandai, kalau saja semua doa itu dikabulkan oleh Allah SWT, maka saya akan jadi orang paling beruntung dan paling bahagia sedunia. Hehe..

Berpuluh-puluh sms masuk hari itu, dan berpuluh-puluh pula doa indah yang berhambur. Dan sedapat mungkin saya me-reply semuanya. Karena saya berpikir, kapan lagi ada momen seperti ini. Kapan lagi orang-orang akan sms saya dan kapan lagi saya akan sms orang-orang (hehe.. ga segitunya juga sih..). Tapi itulah saya. Saya ingin orang-orang itu tahu bahwa saya bahagia atas perhatian, doa, dan pulsa yang mereka berikan.

Terimakasih sangat… Semoga Allah mengabulkan tiap doa baik kalian.. Dan semoga, Allah membalas segala kebaikan kalian, dengan yang lebih dan lebih baik. Amiin.

Selasa, 25 Desember 2007

Iri.

Bismillahirrahmaanirrahim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

Saya merasa benar-benar di “rumah”. Bukan rumah CC 4, tapi rumah yang luas; Depok, atau lebih tepatnya; Smansa. Kemarin, 23 Desember 2007, saya bertemu banyak teman saya yang sangat saya sayangi. Ada Mbak Stan, Dey, Mia, Fitri, dan Ns. Kemudian hari ini, 24 Desember 2007, saya bertemu lagi dengan lebih banyak orang; keluarga Smansa yang bahagia. Mia (lagi), Ardie, Achih, dan Ridwan di Gramed. Mia (lagi), Riris pake s, Ka Yantie, Agnez, Firda, dan Puspa di Detos (setelah diajak gila-bersama sama si ibu arsi; Mia). Kemudian Mia (lagi), Ka Wieke, Ka Eky, Ka Letty, Ka Wita, Ka Noie (pejuang MPK!!), Ka Anti, Ka Ina, Oki, Bang Er, Achih (lagi), dan Dey (lagi),, di Masjid UI yang entah mengapa berbau tak sedap kala itu.

Dan di lantai dua MUI waktu itu, ketika saya menanti kedatangan bu Dey, saya merasa iri, sungguh iri dengan teman-teman saya yang jakun-ers. Bukan, bukan karena MUI lebih indah daripada Maskam UGM. Bukan pula karena danau UI yang menampang indah di sisi MUI, dan juga bukan karena warna jas almamater UI yang kuning, sedangkan jas almamater UGM yang warnanya ajaib undescribable. Tapi karena aura kekeluargaan di sana. Atau lebih tepatnya bila saya katakan; karena banyaknya orang yang saya kenal di sini. Betapa banyak sisters yang dapat saya salami dan ajak berbincang di sini... Betapa banyak alumni Smansa Depok yang belajar di sini. SMA saya tercinta itu, Smansa Depok, sungguh tercitra sangat baik di UI. Keadaan ini berbeda dengan UGM, teman. Di Jogja, Smansa Depok masih terdengar seperti sekolah biasa. Ya, SMA biasa. Padahal sungguh saya menyadari betapa luar biasanya sekolah saya itu. Keadaan itu diperparah dengan adanya nama sekolah yang persis sama, Smansa Depok, bedanya; Depok Sleman, bukan Depok Jawa Barat.

Dalam hati saya sungguh iri. ingin merasakan kenyamanan yang sama. Namun di bagian yang lebih profundal lagi dalam hati saya, muncul riak-riak keinginan dan mimpi untuk memulai pencitraan indah akan nama Smansa Depok (Jawa Barat) di lingkungan UGM dan Jogja. Mungkin sayalah yang harus memulainya, atau minimal memulai untuk memimpikannya. Karena seperti kata Arai, ”Tanpa mimpi, orang-orang seperti kita akan mati.”

Piagam Kemenangan Gilang Gemilang

Bismillahirrahmaanirrahim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

“Bagiku jilbab adalah piagam kemenangan gilang gemilang, kemenangan terbesar bagi seorang perempuan Islam atas dirinya, atas imannya, dan atas dunia.” (Andrea Hirata, Sang Pemimpi)

Saya tertegun membaca kalimat ini. Sebuah kalimat dari seorang Andrea Hirata, yang dalam bukunya (koreksi jika salah), hanya menemukan dua cinta, A Ling dan Katya. Hanya dua, dan tidak satupun dari mereka Islam. Dan tentu saja, tidak satupun dari mereka berjilbab.

Saya pun akhirnya berhasil memformulasikan kata-katanya dengan kenyataan tersebut menjadi teori-teori yang sok tahu. Teorinya adalah (jrengjrengdumdudumplokplokpyaaargubrakmeong) 1. Bahwa cinta memang terkadang tak memandang apapun 2. Bahwa orang kebanyakan (seperti Mr. Hirata dan Saya) cenderung akan selalu menaruh respek terhadap lawan jenis seiman yang menjaga dirinya dan berusaha taat pada Tuhannya, walaupun mungkin tidak menaruh cinta padanya. Setujukah?

Piagam kemenangan gilang gemilang. Kata-kata yang besar. Yang muncul di benak saya adalah gambar seorang pelari olimpiade, yang berhasil menembus pita finish, hanya sedikit saja lebih depan daripada lawan-lawannya. Walaupun letih, walaupun glandula sudoriferanya hiperekskresi kala itu, dan walaupun nafasnya kemudian berpola Kussmaul’s sebagai kompensasi perjuangannya, dia mengangkat trophy sebagai “piagam kemenangan gilang gemilang”nya, penuh senyum, berlumur bangga, bahagia tak tertahankan karena berhasil mengibarkan bendera negaranya, menggemakan lagu kebangsaannya, dan klimaksnya, mencetak rekor baru. Itulah gambar deskriptif yang muncul di benak saya. Tapi gambar di benak Mr. Hirata cukup simpel; seorang perempuan Islam yang berjilbab, itu bisa Saya, Anda, teman-teman Anda, atau jutaan muslimah—yang disebut Mr. Hirata ‘perempuan Islam’—lainnya di dunia. Entah, apakah mereka penuh senyum, berlumur bangga, dan bahagia tak tertahankan membawa (baca: mengenakan) “piagam kemenangan gilang gemilang” itu, atau tidak.

Senin, 17 Desember 2007

le'e, souha gele (tidak, terima kasih)

Saya merasa berat berada di sini, di FK UGM. Masuk ke blok 3 , jadwal makin menggila. Saya pun tak bisa berlama-lama merindu di rumah, karena libur yang hanya seminggu. Libur, yang bahkan disindir tidak seharusnya ada oleh koordinator blok 3, dr. Jarir Ath Thobari, PhD. Beliau mengatakan, Indonesia adalah satu-satunya negara yang merayakan hari kejepit. So deep.. (kalau orang Jogja bilang; mak jleb jleb..). Dalam hati, saya mengiyakan pandangan kritis beliau. Kemudian beliau berkata, karena adanya libur 1 minggu itu (padahal di fakultas lain 2 minggu, atau bahkan lebih), maka tidak akan ada libur semester. Artinya, dalam satu minggu libur yang tidak seharusnya ada tersebut, saya harus hempaskan segala rindu saya, untuk 7 bulan ke depan yang tanpa libur.
Rumah. Kata terindah dalam hidup saya setelah mama. Sungguh saya ingin berlama-lama di rumah. Tapi tampaknya ada satu kata baru yang muncul dengan begitu indah dalam jiwa saya; dokter. Ya, saya ingin jadi dokter. Di atas segala prestise yang disandangkan oleh masyarakat Indonesia atas titel itu, dokter memiliki makna lain dalam hati dan jiwa saya.
Kembali teringat dengan pertemuan dengan koordinator blok 2 kemarin.. Seorang teman saya mengeluhkan jadwal kami yang begitu padat. Koordinator blok 2, dr. Tri Wibawa, PhD dengan indahnya menjawab, "kami bisa saja mengubah jadwal seperti keinginan anda." Wah, sebuah angin segar bagi kami. Tapi, kemudian beliau melanjutkan.. "tapi anda mau lulus 7 tahun?". Waduh. Tidak, terima kasih.
Dan ketika saya sekarang, harus menghadapi hal yang juga sama beratnya (tidak ikut cgts, red) saya ingat bahwa ini demi kelulusan saya yang 3,5 tahun dan bukan 7 tahun. Yang mungkin, mendahului kelulusan teman-teman saya yang lain.
Dan demi itu, mungkin saya harus sejenak melupakan indahnya kata mama, rumah, dan cgts.

Rabu, 28 November 2007

es - i - a - el

Bismillahirrahmaanirrahiim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

Percayakah anda akan kesialan? Jika saya ditanya demikian kemarin, maka akan saya jawab, I do believe. Ya, saya percaya adanya kesialan. Saya sangat percaya. Karena sabtu-senin-selasa lalu, saya merasa benar-benar sial. Hari Sabtu, helm saya hilang di parkiran Gedung Radiopoetro (gedung terbesar di fakultas saya). Hilang, alias diambil orang. Padahal saya hari itu hanya ada satu praktikum; biokim. Setelah mencicipi makan di kantin fakultas sebelah (farmasi), saya pun beranjak pulang. Sampai di parkiran, betapa tercengangnya saya, helm itu hilang. Dan ternyata benar-benar hilang, alias diambil orang. Sedih, kesal, jengkel jadi satu. Tapi ya sudahlah. Hari senin, saya menyadari bahwa gas motor saya “nyangkut”, saya tidak tahu apa istilah yang lebih baik untuk ini. Tapi yang jelas, saya tahu ini bahaya. Karena pernah mengalaminya sewaktu SMA. Namun, tidak mengulangi kesalahan saya yang ternyata menimbulkan banyak kesalahpahaman waktu itu, saya membawa motor itu sendiri, ke bengkel resmi Suzuki yang ada tepat di ringroad utara. Jadwal senin itu adalah lecture 07.00-08.00 kemudian tutorial 11.00-13.00. Dan dengan perencanaan yang matang, saya akan menservis motor itu pada jeda jadwal selama 3 jam tersebut. Jadilah saya membawa (baca: menaiki) motor tersebut, dengan helm seadanya (punya orang lain, cacat, tanpa cover pelindung, dan benar-benar seadanya). Keluar dari pintu selatan FK. Terus.. melwati teknik.. terus.. hingga lampu merah selokan mataram. Dari sini saya akan belok kiri, maka saya tempatkan motor saya agak-agak pinggir. Lampu berubah menjadi hijau, masukkan gigi, dan ting tong.. motor saya mati seketika. Panik, karena menghalangi jalan *tapi untungnya agak dipinggir*. Panik, karena di seberang kanan jalan ada pos polisi. Panik, karena motor saya tak kunjung menyala. Tambah panik, karena saya memakai helm tanpa cover, hingga semua orang bisa melihat wajah saya yang panik. Lampu merah berubah merah-kuning-hijau hingga dua kali. Tapi tak ada seorang pun yang mencoba membantu perempuan berjilbab dengan helm kurang memadai dan memakai rok yang lagi dan lagi mencoba menyalakan motornya. Hingga satpam gedung MM pun keluar, offering for help. Betapa saya berterimakasih. Dan ternyataaa… Bensin saya habis. Betapa saya malu. Akhirnya saya membawa (baca: mendorong) motor saya belok kiri jalan, hingga ujung gedung MM, menuju tukang jual bensin yang ada di seberang kirinya. Dan ya, saya mendorong, sekali lagi saya, perempuan dengan helm kurang memadai itu, mendorong motor itu di jalan kaliurang yang ramai. Sesampainya di tukang bensin, masih ada kesialan yang terjadi, tapi tak usah saya ceritakan, terlalu rumit untuk ditulis. Tetapi, intinya, motor dengan plat B 6985 EAL itu tak kunjung menyala walau sudah diberi bensin seharga 5 ribu rupiah sebotol. Panik, saya pun membeli pulsa, untuk menelepon kakak saya dan teman-teman saya. Tapi tak ada yang mengangkat. I’m asking (read: crying) for help that time. Sungguh, saya ingin menangis. Sayangnya helm saya kurang memadai (makna: gengsi). Padahal hp saya menunjukkan hampir jam setengah sepuluh. Uh oh.. saya belum belajar untuk tutorial yang tinggal satu setengah jam lagi. Saya coba lagi dan lagi menyalakannya. Tidak berhasil. Mas-mas jual pulsa pun akhirnya tergerak untuk bertanya; kenapa mbak? Dan kemudian mencoba menyalakan motor saya. Tetap, not works. Apa yang salah?? Panik bercampur sedih yang makin menjadi. Mata saya basah. Akhirnya saya nekat menyewa mobil pick-up jasa angkut barang yang banyak nge-tem di jalan kaliurang. Untuk mengangkut motor ajaib itu dari selokan mataram sampai ringroad utara (jarak yang dekat untuk standar mobil, fyi) saya harus membayar 25rb. Bodo amat. Saya hanya ingin motor ini kembali sehat. Tapi sampai di Suzuki, saya merasa bodoh. Gile, ini mah deket banget.. 25rb di jogja tuh kebanyakan buat ginian. Ah. Dodolnya… Dan mas rahmat (montir yang sudah amat akrab dengan motor saya) bertanya; kenapa mbak, macet lagi? Saya menjawab; iya nih mas, ga bisa nyala, makanya pake gituan *mobil jasa angkut*. Dia malah berkata, yah mbak.. kenapa ngga telpon ke sini aja, nanti kita jemput. Jedeng…… Sangat sangat menyesal tidak menyimpan hotline Suzuki di phonebook hp.. Dan dengan beberapa kali engkol, motor itu menyala di kakinya. Nih, udah bener, katanya. Hati saya berteriak (hiperbol) Yah, rugi banget kalo pake mobil angkut ke sini cuma buat engkol 3 kali. Akhirnya saya meminta dia merenovasi (baca: servis) motor saya besar-besaran. Saya sudah cukup dengan pengalaman hari itu, jangan sampai terulang. Dan sorenya, motor saya sangat sehat dan lebih enak dipakai. Tapi saya harus membayar 111.000, angka yang sangat besar untukanak kos di jogja. Dan dalam perjalanan pulang saya nyasar, hingga harus sedikit (sebenarnya banyak) memutar. Tapi yang penting motor saya telah sehat, saya sudah bersyukur dan bahagia.

Keesokan harinya, hari selasa. Jadwal hari itu adalah skills lab 08.00-10.00 dan lecture 11.00-12.00. Skills lab berjalan amat menyenangkan dan selesai lebih awal; 09.30. Saya pun nekat pulang, untuk mencuci jas lab yang harus dipakai hari rabu untuk biokim, ya dalam jeda satu setengah jam. Proses mencuci tidak ada masalah. Yang bermasalah ternyata terjadi sewaktu saya tiba di kampus. Motor saya kembali mati. Oh oh.. akhirnya saya dorong ke tempat parkir terdekat. Saya tak peduli karena lecture sebentar lagi dimulai, dan itu di lantai 4. Setelah lecture, saya cek motor saya, ternyata bensinnya kembali habis. Menertawakan diri sendiri karena jatuh di lubang yang sama, membeli bensin, pinjam corong, isi bensin, kemudian mengembalikan corong dan botolnya. Selesai sudah. Saya pun aai (sejenis mentoring yang ada di UGM) dari jam 14.30-17.15. Selesai, beranjak pulang. Menyalakan motor, tidak berhasil dengan starter. Mencoba dengan engkol, kembali gagal. Berulang kali. Pak satpam lewat, saya minta tolong. Tapi ia pun tidak berhasil menyalakannya. Oh no. Ini positif, kejadian kemarin terulang. Motor saya pun diotak-atik bapak-bapak satpam. Banyak orang lewat, banyak orang melihat. Tetap tidak menyala, benar-benar motor ajaib. Mencoba menelepon Suzuki berkali-kali, tidak diangkat, tampaknya sudah tutup. Saya kembali ingin menangis, malah ingat rumah, ingat mama, ingat kondisi-kondisi kenyamanan saya.. Dan saat itu sudah maghrib, saya ingin pulang. Saya juga tidak tega melihat motor saya diotak-atik seperti itu. Beberapa saat kemudian, semua menyerah. Saya tinggal motor saya di kampus dan pulang, dibonceng kakak saya. Kami mampir untuk membeli makan dan jus. Dan di situ, saya benar-benar ingin menangis, sungguh. Saya ingin menangisi kesialan saya. Mata saya basah. Saya rindu kenyamanan saya. Tapi kemudian, saya melihat keadaan di sekitar saya. Di tempat saya beli makan itu, keadaannya tidak begitu baik. Saya melihat blender-nya yang sudah rusak dan diakali sedemikian rupa supaya tetap berfungsi. Saya sadar. Saya tidak sial, dan tidak pernah sial. Sungguh, saya begitu beruntung, punya motor, bisa kuliah, bisa beli jus setiap hari, dan blender saya di rumah (di Depok) insya Allah masih berfungsi baik hingga kini, tanpa diakali. Betapa seharusnya saya bersyukur dengan segala yang saya miliki dan yang sedang saya alami. Sungguh, Allah begitu sayang pada saya, dan Dia hanya ingin memberi pelajaran dan pengalaman, sedikit menguji kesabaran saya. Hanya sedikit diuji, tapi saya sudah merasa orang paling sial sedunia. Padahal saya mendapat pelajaran dari kejadian-kejadian itu, bahwa jika motor tidak bisa nyala, maka cek; bensin, busi, kunci rahasia. Saya juga akhirnya ter-ajar-kan bahwa sehemat-hematnya bensin motor, saya tetap harus mengisi bensin secara rutin untuk jaga-jaga. Dan saya pun sadar saat itu, tidak ada kesialan, kecuali saya yang menganggapnya sesuatu yang sial, padahal sebenarnya bukan, coz it would never be. Kesialan itu tidak ada dan tidak akan pernah ada. Semua tergantung dari cara kita memandangnya.

Dan hari ini, saya menelepon Suzuki. Motor saya dibawa, diperbaiki, gratis, dan sekarang sudah bisa saya pakai kembali.

Syukurku pada-Mu ya Allah…

Jogjaku Bersih


Bismillahirrahmaanirrahiim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

Jogjaku Bersih.

Slogan ini pertama kali saya lihat di Stasiun Tugu, Jogjakarta. Slogan ringan, pendek, tapi sangat-sangat impressive bagi saya selaku pendatang baru di kota terkenal ini. Jogjaku Bersih. Pemilihan kata yang menurut saya amat cantik dan apik. Instead of using D.I. Yogyakarta, dipilihlah kata Jogja. Dengan embel “KU” di belakangnya, membuncahkan sense of belonging yang manis. Dan diantara sejuta kata sifat lainnya, bersih-lah yang dipilih. Oh oh.. Saya jatuh cinta. Ya, saya jatuh cinta melihat slogan ini. Walaupun jejeran slogan ini berada tepat di bawah jejeran iklan rokok lainnya, benda yang sangat–sangat tidak saya sukai, slogan ini tetap saja langsung ‘nyangkut’ di hati saya, karena yaah seperti yang saya katakan tadi; so impressive. Saya besar di Depok, yang dulunya masih bagian Bogor. Slogan Bogor (yang saya ketahui) waktu itu adalah “Bogor Tegar Beriman”. Kalimat yang bermakna dalam dan secara sastra juga ‘pas’. Tapi entah mengapa bagi saya “Jogjaku Bersih” terdengar lebih bermakna, atau lebih tepatnya.. lebih mengena.

Mungkin slogan itu juga ‘mengena’ di hati para pengguna Stasiun Tugu, sehingga stasiun itu terjaga kebersihannya. Informasi bagi Anda, wahai orang Depok yang belum mampir ke Jogja (^^).. Stasiun itu sangat bersih bila dibandingkan dengan Stasiun Depok Baru. Sungguh, berbeda jauh. Dan saya sangat menikmati keadaan stasiun yang seperti itu. Keadaan yang tidak membuat kita menutup hidung kebauan, takut kotor, takut kecopetan, dan takut-takut yang lain. Tidak. Bahkan jika saya harus duduk di lantainya pun saya tidak merasa jijik (term and condition applied). Satu hal yang juga sangat menyenangkan dari Stasiun Tugu adalah ketepatan waktu berangkatnya kereta. Pengalaman saya pergi ke Stasiun Solo Balapan dari Stasiun Tugu, untuk mengunjungi teman saya yang mau SPMB kala itu, Khrisnavidya Retno Amurwani. Waktu itu kereta dijadwalkan berangkat jam 10:00, dan suatu hal yang menakjubkan bagi saya sebagai orang Depok, kereta itu tiba jam 09:40. Duapuluh menit sebelum jadwal. Dan yang lebih menakjubkan lagi, kereta itu menunggu hingga tepat jam 10:00 hingga akhirnya berangkat. Oh my God. Betapa bangganya saya ketika itu, sungguh. Ini Jogja, ini Indonesia, dan ini yang namanya tepat waktu. Ini benar. Ini terjadi di Indonesia. Ya! Sungguh tidaklah mustahil untuk mewujudkan Indonesia yang tepat waktu. Saya percaya adanya kebiasaan tertentu yang tak bisa diubah, tapi saya juga percaya bahwa kemustahilan itu tiada artinya, dan saya percaya bahwa perubahan besar mungkin terjadi jika dan hanya jika kita benar-benar mengusahakannya, dan tentu saja jika Dia meridhainya.

Jogjaku bersih, menuju Indonesia yang bersih..

Minggu, 25 November 2007

22 november 2007.

Bismillahirrahmaanirrahim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

Tepat setahun kakek anin berpulang, menghadap Allah, sang pemilik segala. Kangen kakek sungguh. Kek, sekarang anin udah kuliah, di Jogja. Jauh dari bapak, mama, nenek, jauh dari rumah. Kek, anin kangen kakek... Kakek yang kuat, tapi selalu manjain kita. Kakek yang keras, tapi terus senyum walaupun kita ngelakuin kesalahan. Kek, sungguh anin inget hari-hari itu. Hari-hari dimana kakek masih ada di sini. Waktu kita masih kecil, kita main ke rumah kakek.. Tapi selalu aja ngerengek buat cepet pulang, Cuma buat nonton tv. Padahal di rumah kakek juga ada tv, padahal kakek-nenek bilang “kok cepet banget pulangnya? Nanti ajalah..” Tapi tetep,, kita merengek pulang. Sungguh kek, anin menangisi hari-hari itu. Hari yang seharusnya anin bisa lebih lama lagi bersama kakek.. Kek, anin sayang kakek sangat.

Anin kangen sama kakek,, walaupun saat-saat terakhir anin bisa ketemu kakek, kakek udah ga inget sama anin, sama kita-kita. Kanker itu udah gerogotin tulang belakang, paru, sampe akhirnya otak kakek. Anin sayang kakek. Anin inget ramadhan itu, ramadhan terakhir kakek ada di deket kita. Ramadhan, yang seharusnya kita biasa makan pempek pas buka bareng di rumah kakek, tapi kakek malah harus stay di rumah sakit, ngeraung, kesakitan. Hari terakhir dari ramadhan terakhir kita bareng, waktu malam takbiran itu, kakek kita bawa pulang biar bisa lebaran di rumah.. Di komplek timah blok CC no. 4 itu kek, di lantai bawah, setelah semua infus kepasang, pas ambulans siap balik,, tiba-tiba kakek kejang. Ga, anin ga pernah ngeliat orang kejang. Kakek keliatannya sakiit banget. Kami pun merasakan sakit itu kek. Tapi kami bisa apa? Cuma bisa nangis, ga bisa ngelakuin apa-apa lagi. Sungguh, kami telah ikhlas kalo kakek dipanggil-Nya saat itu. Kami sedih, kami ga mau ngeliat kakek sakit kayak gitu. Sayang kakek..

Malam lebaran itu, waktu anin ikut nginep di rscm, anin baru sadar,, bahwa ternyata banyak orang yang ngerasa sakit kayak kakek. Padahal besok lebaran.. Padahal besok lebaran. Malam lebaran yang biasanya dilewatin dengan bahagia di rumah, bareng keluarga. Tapi malam itu, anin sadar, it IS the real life. Ada yang ketembak, ada yang mukanya kena pemukul baseball, dan ada banyak orang-orang lain yang juga harus nginep, kesakitan, kayak kakek. Dan ada dokter jaga, dengan sendal jepitnya itu, yang ga tidur, ngabisin malam lebaran di rumah sakit dan bukan di rumah bahagia mereka, ngurusin orang yang bahkan ga mereka kenal. Sungguh kek, anin kagum. Anin ingin bisa berkorban dan menolong banyak orang seperti mereka…

Lebaran tahun lalu pun jadi lebaran pertama anin di rumah sakit. Waktu wajah kakek keliatan lebih cerah, banyak orang yang dateng, walaupun kakek pun ga inget itu siapa. Waktu kakek bilang, kalo sakitnya udah berkurang, walaupun sebenernya itu karena dosis morfin yang ditambah, kek. Ya, lebaran pertama anin di rumah sakit itu jadi lebaran terakhir anin sama kakek..

Karena hari itu tiba. Hari Rabu, 22 November 2006. Jam pelajaran kimia, jam pelajarannya bu desry. Jam-jam keramat buat ngantuk, ngobrol,apalagi ngangkat hp. Tp waktu itu anin nekat angkat hp.. ngejawab telepon dari rumah. Kabar itu kek, kabar kalo kakek udah ga kesakitan lagi. Kabar kalo kakek udah dipanggil sama Allah. Kabar kalo kita ga bakal punya ramadhan dan lebaran lagi sama kakek.. Betapa anin kehilangan. Betapa kami kehilangan.. Sungguh.

Sekarang udah tepat setahun kakek ga ada. Kek, anin kangen sama kakek. Nenek juga pasti kangen banget sama kakek..

Kakek, disana gimana? Bahagia kan? Bahagia, ya kek. Moga sakitnya kakek yang bahkan ga bisa dihapus morfin waktu dulu itu ngegugurin dosa-dosa kakek.. Dan bikin kakek bahagia sekarang,, disana.

Semoga nanti, pas udah saatnya anin nyusul kakek.. Anin bisa bahagia. Anin udah ngebantu orang banyak orang, anin udah ngebahagiain mama bapak, dan anin udah bener-bener siap menghadap-Nya,, menghadap pencipta kakek, anin, dan semua, Allah subhanahuwata’ala. Amiin.

Allah, kumpulkanlah kami semua di syurga-Mu.

Kabulkanlah ya Allah..

Kabulkanlah ya Allah..

Kabulkanlah ya Allah..

22 November 2007, tepat satu tahun setelah kakek tersayang terbaring kaku ke kanan, menghadap kiblat, mencium tanah.. ý

* Terimakasih anin yang sangat untuk Annissa Milki Azizah, yang sudah menegarkan anin sejak kakek sakit hingga kakek berpulang, bahkan hingga sekarang. Terimakasih pula kepada ibundanya, yang sungguh hebat menjalani setiap peran dalam kehidupan beliau. Berkahilah mereka, ya Allah. Amiin.

Senin, 19 November 2007

Kasih Ibu..















kepada beta tak terhingga sepanjang masa..

foto iseng di stasiun tugu jogja sm solobalapan *sori fotonya gelap*, mengabadikan kasihnya yg memang tak terhingga sepanjang masa.

aih. jadi makin cinta.. hwehe,, ma, anin sayang mama.

No Place Like Home.

Bismillahirrahmaanirrahim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

My family is big *well,, it may be too big for some people*. Bapak (called pak), mama (called mama, ma, mambri, or mummy *read: mU-mi*) 2 sisters (called mbak or mbak mita n dita or (almost never) kak dita :P), 2 lil’ sisters (called uti n tsasa), n 1 lil’ bro (called dek or adek salman). And that’s why we always have our super-supreme sliced to eight parts. It is a big, nice, great, milk-drunk, TV-centered, odd, funny (or ridiculous?), boring (sometimes), a bit lazy, and so hectic, but IS the best fam ever (for me) *coz I’m sure u have ur own best fam*. Miss u guys a lot.

No place like home. And for me there’s no place like komplek timah blok CC nomer empat. I notice that, right after I got here, in Jogja. I miss my family and home so often and I probably may be 100% sure that u, all “anak kosan”, have that feeling also. Remembering how u feel so comfort *sometimes no matter how untidy ur home is* and problem-free; no need to think about what to eat today or how much money u still have for next several weeks, and can get something u want (more) easily. Or how u can talk with them till night, to borrow their things, to shout each other, to eat, watch TV, laugh, do shalat, and read quran together, or anything “together”.

To be away from home, I do feel something has—somehow—missed. I always want to go back to Depok, I always miss my home and my family… Though I do remember how happy I was when I got the sms, which told that I accepted in GMU SM here. I do remember that, that time, I was so excited, so proud, and so happy. There was nothing crossed in my mind how hard it would be to live away from home. And I know now, it IS hard.

I even have once regretted my being here *O God, please forgive me*. But when I think about it and take a step back, I realize how this new life has changed me. How happy I am when get every single care they give, how I love them more, how I pray for them more, and how I become more and more grateful to have them. Ya, there should be no regret to be here. No matter how annoying my schedule is, no matter how short my holiday is, no matter how bad I miss to be home. Coz this is my dream, this is my hope, this is my life I have to go through, and this IS what Allah had chosen for me. I’m here for something I pursue and yes, I’m on MY way now. I know, Allah loves me a lot that He gives me my beloved family. And I’m sure, that I can be happy and problem-free, is just because of Him. Coz He’s always be near, never away.

Bismillah

Bismillahirrahmaanirrahim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

Assalamualaikum.

Akhirnya, setelah sekian lama plin-plan bikin blog apa ngga, blog it’s my spot ni jadi published jg. Kenapa it’s my spot? Ya karena ini only-my and my-only spot,, yaah begitulah kira2. Jadi apa yg dipost disini ya suka2 yg punya. Mulai dr bahasa yg dipake, apa dan gimana ngebahas yg mo dibahas, cerita yang mo di-share, sampe judul posting-annya apa jg ya terserah yg punya,, gt. Tapii.. saran, kritik, comment, dkk-nya ya pastinya dibutuhin laa supaya blog ini hidup..

Kalo nantinya di blog ini ada hal2 yg ga sesuai cara berpikir situ, ya gapapa. Mari di-share-kan.. Kalo nantinya di blog ini ada hal2 yg menyakitkan, ya tolong diingatkan. Karena kita kan sesama manusia pasti bisa salah dan (harusnya) bisa saling memaafkan. Saya, pribadi, sadar ga mungkin bisa menyenangkan hati semua orang, tapi saya ga mau menyakiti hati seorang pun. Jadii.. Maaf sebelumnya ya.

Eia, biasanya kan yg baru2 *kayak peresmian gedung baru gituh* didoain dulu. Maka, mari kita mulai peresmian official blog of anindya ini dengan berdoa.. Hehe. Semoga blog ini bisa bermanfaat bagi yg menulis dan yg membacanya, tidak melalaikan orang yg menulis dan yg membacanya, dan bisa mendatangkan kebaikan bagi yg menulis dan yg membacanya, yaitu saya dan anda. Amiin..