Bismillahirrahmaanirrahim.
In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.
Saya merasa benar-benar di “rumah”. Bukan rumah CC 4, tapi rumah yang luas; Depok, atau lebih tepatnya; Smansa. Kemarin, 23 Desember 2007, saya bertemu banyak teman saya yang sangat saya sayangi. Ada Mbak Stan, Dey, Mia, Fitri, dan Ns. Kemudian hari ini, 24 Desember 2007, saya bertemu lagi dengan lebih banyak orang; keluarga Smansa yang bahagia. Mia (lagi), Ardie, Achih, dan Ridwan di Gramed. Mia (lagi), Riris pake s, Ka Yantie, Agnez, Firda, dan Puspa di Detos (setelah diajak gila-bersama sama si ibu arsi; Mia). Kemudian Mia (lagi), Ka Wieke, Ka Eky, Ka Letty, Ka Wita, Ka Noie (pejuang MPK!!), Ka Anti, Ka Ina, Oki, Bang Er, Achih (lagi), dan Dey (lagi),, di Masjid UI yang entah mengapa berbau tak sedap kala itu.
Dan di lantai dua MUI waktu itu, ketika saya menanti kedatangan bu Dey, saya merasa iri, sungguh iri dengan teman-teman saya yang jakun-ers. Bukan, bukan karena MUI lebih indah daripada Maskam UGM. Bukan pula karena danau UI yang menampang indah di sisi MUI, dan juga bukan karena warna jas almamater UI yang kuning, sedangkan jas almamater UGM yang warnanya ajaib undescribable. Tapi karena aura kekeluargaan di
Dalam hati saya sungguh iri. ingin merasakan kenyamanan yang sama. Namun di bagian yang lebih profundal lagi dalam hati saya, muncul riak-riak keinginan dan mimpi untuk memulai pencitraan indah akan nama Smansa Depok (Jawa Barat) di lingkungan UGM dan Jogja. Mungkin sayalah yang harus memulainya, atau minimal memulai untuk memimpikannya. Karena seperti kata Arai, ”Tanpa mimpi, orang-orang seperti kita akan mati.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar