Pages

Sabtu, 05 Januari 2008

Mengejar Lautan Cokelat (karena mas-mas tidak perlu dikejar)

Bismillahirrahmaanirrahim.

In the name of Allah; the most gracious, the most merciful.

Sabtu-Ahad, 29-30 Desember 2007 kemarin, saya mengikuti acara dauroh m……… II KaLAM (lupa m-nya apa). Yah, sebut saja DM 2 KaLAM* (*sejenis ‘rohis’ di FK UGM) di Brebah, daerah persawahan dan peternakan sapi (atau kerbau?), dekat Bantul. Suatu acara yang—jujur—saya ikuti setengah hati karena suruhan yang agak memaksa dari kakak saya. Suatu acara, yang—jujur—saya awali dengan sepenuh penat karena jadwal akademik saya hari Sabtu itu baru berakhir hampir jam tiga sore. Dan ternyata dari acara yang setengah hati dan sepenuh penat itu, saya mendapatkan banyak hal. Pertama adalah sebuah hikmah yang saya petik, bahwa ketika kita diajak, disuruh, atau bahkan sedikit dipaksa untuk melakukan suatu kebaikan, maka cobalah untuk lakukan. Kita benar-benar tidak pernah tau hal-hal berharga yang akan kita peroleh. Kedua adalah kata-kata pembicara, yang mengena di hati saya, hingga saya ingin membaginya di sini.

Kurang lebih, pembicara, yang juga pengarang buku Super Health itu, berkata:

Jangan sampai hingga saat ini Anda masih mendikotomikan studi dan dakwah (baca: dunia dan akhirat). Kebanyakan mahasiswa kedokteran menyusun alur hidup seperti ini; tahun pertama ikut banyak organisasi, tahun kedua mulai melepas organisasi tersebut satu per satu, kemudian tahun ketiga focus belajar dan menyusun skripsi, dan tahun keempat tinggal focus ke profesi. (dalam hati; U yeah, definitely me. Could it be other choices?) Kemudian beliau melanjutkan; mereka berpikir seperti itu, seakan lupa bahwa nikmat dunia yang mereka cari itu jauh lebih kecil dibanding nikmat akhirat. Yang dalam suatu hadist disebutkan bahwa.. (lagi-lagi kurang lebihnya) analogi nikmat dunia dibanding nikmat akhirat itu, ketika kita celupkan jari kita ke laut. Kemudian kita angkat jari kita, maka air yang tersisa di jari itulah nikmat dunia, sedangkan yang terhampar di lautan itulah nikmat akhirat. Subhanallah.. Saya langsung membayangkan, jika lautan air asin itu adalah lautan cokelat cair yang nikmat. Oke, jika Anda tidak suka cokelat, gantilah analogi lautan cokelat itu dengan sesuatu yang lain, yang Anda suka. Lautan jus jambu, lautan avocado float, lautan susu jahe, lautan susu kedelai, atau apalah. Pilih mana, yang secelup jari, atau yang terhampar luas seperti lautan, atau bahkan samudera, yang takkan habis, seperti alam akhirat yang kekal selamanya. Bahkan membayangkan seberapa lama kah ‘selamanya’ itu saya tidak sanggup. Dimana dan bagaimana ujung selamanya itu, kemudian? Tidak, sungguh akal saya begitu terbatas. Betapa lemahnya hamba-Mu ini, ya Allah…

Maka dari itu, saya tetapkan resolusi pertama tahun 2008 saya: Mengejar Lautan Cokelat. Atau minimal, selalu ingat untuk hold my faith up high. Coz then,, somewhere, somewhen, there will be an ocean of chocolate, served for me. InsyaAllah, amiin.

Ketiga, adalah harum kekeluargaan yang saya rasakan di sana. Hampir seperti harum di rumah CC 4, seperti di smansa Depok, Jawa Barat. Saya sangat suka harum itu, walaupun masih 'hampir seperti'.

Maka sekali lagi, ketika kita diajak, disuruh, atau bahkan sedikit dipaksa untuk melakukan suatu kebaikan, maka cobalah untuk lakukan. Kita benar-benar tidak pernah tau hal-hal berharga yang akan kita peroleh.

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah:216)